Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ala Rosulillah wa ala alihi wa shohbihi wa sallam. Mengenai keberadaan Allah tidak disangsikan lagi banyak dalil yang menunjukkannya. Bagi orang yang memiliki hati nurani yang bersih yang belum tercampuri berbagai noda penyimpangan, jika dia melihat ayat-ayat berbagai ayat dalam Al Qur’an, dia akan sangat yakin bahwa Allah, sebagai pencipta dan pemberi rizki baginya berada di atas langit, di atas ‘Arsy-Nya yang mulia. Bukan hanya satu atau dua dalil yang membicarakan mengenai hal ini, namun sangatlah banyak.
Ibnu Abil ‘Izz Ad Dimasyqi Al Hanafi dalam Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah (2/438-442) memaparkan 18 jenis dalil yang menjelaskan hal ini. Ini baru jenis dalil. Jadi, jika diperinci lagi bisa lebih dari 18 dalil. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagian ulama besar Syafi’iyah mengatakan, “Di dalam Al Qur’an ada 1000 dalil atau lebih yang menunjukkan Allah berada di atas seluruh makhluk-Nya dan di atas seluruh hamba-Nya.” Selain mereka pun mengatakan bahwa ada 3000 dalil yang menunjukkan hal ini. (Bayanu Talbisil Jahmiyah, 1/555) Beberapa jenis dalil dan contoh yang menyebutkan keberadaan Allah di atas seluruh makhuknya adalah sebagai berikut.
Pertama, dalil tegas yang menyatakan bahwa Allah berada di atas (dengan menggunakan kata fawqo dan diawali huruf min). Seperti firman Allah,
يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ
“Mereka takut kepada Rabb mereka yang (berada) di atas mereka.” (QS. An Nahl : 50)
Kedua, dalil tegas yang menyatakan bahwa Allah berada di atas (dengan menggunakan kata fawqo, tanpa diawali huruf min). Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ
“Dan Dialah yang berkuasa berada di atas sana.” (QS. Al An’am : 18, 61)
Ketiga, dalil tegas yang menyatakan sesuatu naik kepada-Nya (dengan menggunakan kata ta’ruju). Contohnya adalah firman Allah Ta’ala,
تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Rabbnya.” (QS. Al Ma’arij : 4).
Sesuatu yang naik pasti dari bawah ke atas.
Keempat, dalil tegas yang menyatakan sesuatu naik kepada-Nya (dengan menggunakan kata yas’udu). Seperti firman Allah Ta’ala,
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ
“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik.” (QS. Al Ma’arij : 4)
Terdapat pula contoh dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Umar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِتَّقُوْا دَعْوَةَ المَظْلُوْمِ فَإِنَّهَا تَصْعُدُ إِلَى اللهِ كَأَنَّهَا شَرَارَةٌ
“Berhati-hatilah terhadap do’a orang yang terzholimi. Do’anya akan naik (dihadapkan) pada Allah bagaikan percikan api.” (HR. Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Yang dimaksud dengan ‘bagaikan percikan api’ adalah cepat sampainya (cepat terkabul) karena do’a ini adalah do’a orang yang dalam keadaan mendesak. (Al Jami’ Al Kabir, 1/806, Asy Syamilah)
Kelima, dalil tegas yang menyatakan sebagian makhluk diangkat kepada-Nya (dengan menggunakan kata rofa’a). Allah Ta’ala berfirman,
بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ
“Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya ..” (QS. An Nisa’ : 158)
Keenam, dalil tegas yang menyatakan ‘uluw (ketinggian) Allah secara mutlak mencakup ketinggian secara dzat, qodr, dan syarf. Seperti firman Allah Ta’ala (pada ayat kursi),
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Baqarah : 255)
Begitu pula dalam ayat,
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Saba’ : 23)
Juga kitas sering mengucapkan dzikir berikut ketika sujud,
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
“Maha suci Rabbku Yang Maha Tinggi.” (HR. Muslim no. 772)
Dalil-dalil yang menyatakan Allah ‘Maha Tinggi’ di sini sudah termasuk menyatakan bahwa Allah Maha Tinggi secara Dzat-Nya yaitu Allah berada di atas.
Ketujuh, dalil yang menyatakan Al Kitab (Al Qur’an) diturunkan dari sisi-Nya. Sesuatu yang diturunkan pasti dari atas ke bawah. Firman Allah Ta’ala yang menjelaskan hal ini,
تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
“Kitab (Al Quraan ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Az Zumar : 1)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan : 3)
Kedelapan, dalil tegas yang menyatakan Allah fis sama’. Menurut Ahlus Sunnah, maksud fis sama’ di sini ada dua: • Fi di sini bermakna ‘ala, artinya di atas. Sehingga makna fis sama’ adalah di atas langit • Sama’ di sini bermakna ketinggian (al ‘uluw). Sehingga makna fis sama’ adalah di ketinggian Dua makna di atas tidaklah bertentangan. Contoh dalil tersebut adalah firman Allah Ta’ala,
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di (atas) langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (QS. Al Mulk : 16)
Juga terdapat dalam hadits,
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ
“Orang-orang yang penyayang akan disayang oleh Ar Rahman. Sayangilah penduduk bumi, niscaya (Rabb) yang berada di atas langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Daud no. 4941 dan At Tirmidzi no. 1924. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Kesembilan, ayat tegas yang menyatakan Allah beristiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy. ‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling tinggi dan paling besar. Contoh ayat tersebut adalah,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas Arsy .” (QS. Thoha : 5)
Kesepuluh, dalil yang menunjukkan disyariatkannya mengangkat tangan ketika berdo’a. Seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesungguhnya Rabb kalian –Tabaroka wa Ta’ala- Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu pada hamba-Nya, jika hamba tersebut mengangkat tangannya kepada-Nya, lalu Allah mengembalikannya dalam keadaan hampa.” (HR. Abu Daud no. 1488. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Kesebelas, dalil yang menyatakan bahwa Allah turun ke langit dunia di setiap malam. Semua orang sudah mengetahui bahwa turun adalah dari atas ke bawah. Hal ini sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits muttafaqun ‘alaih,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kami –Tabaroka wa Ta’ala turun setiap malamnya ke langit dunia. Hingga ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ‘Siapa saja yang berdo’a pada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya. Siapa saja yang meminta pada-Ku, niscaya Aku akan memberinya. Siapa saja yang memohon ampunan pada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya’.” (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758)
Kedua belas, dalil yang menanyakan ‘aynallah’ (di mana Allah?). Contohnya dalil dari hadits Mu’awiyah bin Al Hakam As Sulamiy dengan lafazh dari Muslim, “Saya memiliki seorang budak yang biasa mengembalakan kambingku sebelum di daerah antara Uhud dan Al Jawaniyyah (daerah di dekat Uhud, utara Madinah, pen). Lalu pada suatu hari dia berbuat suatu kesalahan, dia pergi membawa seekor kambing. Saya adalah manusia, yang tentu juga bisa timbul marah. Lantas aku menamparnya, lalu mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perkara ini masih mengkhawatirkanku. Aku lantas berbicara pada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah aku harus membebaskan budakku ini?” “Bawa dia padaku,” beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berujar. Kemudian aku segera membawanya menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya pada budakku ini,
أَيْنَ اللَّهُ
“Di mana Allah?”
Dia menjawab,
فِى السَّمَاءِ
“Di atas langit.”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi,
مَنْ أَنَا
“Siapa saya?”
Budakku menjawab,
أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ
“Engkau adalah Rasulullah.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ
“Merdekakanlah dia karena dia adalah seorang mukmin.” (HR. Ahmad [5/447], Malik dalam Al Muwatho’ [666], Muslim [537], Abu Daud [3282], An Nasa’i dalam Al Mujtaba’ [3/15], Ibnu Khuzaimah [178-180], Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah [1/215], Al Lalika’iy dalam Ushul Ahlis Sunnah [3/392], Adz Dzahabi dalam Al ‘Uluw [81])
Inilah di antara macam dalil yang dibawakan oleh para ulama dan lebih khusus lagi disebutkan Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi. Orang yang memperhatikan dalil-dalil di atas dengan seksama pasti akan mengatakan bahwa Allah berada di atas langit, berada di ketinggian, di atas seluruh makhluk-Nya. Pembahasan ini masih bersambung pada perkataan sahabat, tabiin dan para ulama mengenai keberadaan Allah di atas seluruh makhluk-Nya, di atas langit. Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihaat. Wa shalallahu ala Nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Baca Juga:
- Allah Di Atas ‘Arsy-Nya, Namun Allah juga Bersama dan Dekat dengan Hamba-Nya
- Syarhus Sunnah: ‘Arsy Allah, Makhluk Paling Tinggi dan Paling Besar
****
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya Muhammad Abduh Tuasikal Panggang, Gunung Kidul, 16 Rabiul Akhir 1430 H